Monday, February 24, 2025

Agama dan Kewarasan

 


Ingatkah kita pada kisah nabi Yakub? seorang ayah yang kehilangan anak kesayangan (Yusuf) selama kurang lebih sekitar 15 tahun. Waktu yang cukup panjang untuk merasa bosan, putus asa, lelah, dan harapan nyaris pupus. Melalui hari demi hari sekitar 5.475, sudah cukup membuat seorang ayah untuk tertekan dan kehilangan kewarasannya. Tetapi tidak, nabi Yakub tetap seorang ayah yang baik, walupun kepada saudara-saudara atau kakak-kakak  Yusuf yang jelas-jelas sebagai trouble maker, tersangka yang menyebabkan hilangnya Yusuf. Nabi Yakub melalui hari-hari yang pasti terasa lebih panjang dari yang seharusnya, dengan tetap beribadah kepada Allah, menyerahkan semuanya kepadaNya. Nabi Yakub tetap terpelihara kewarasannya di tengah kesedihan tiada tara sehingga menyebabkan matanya rabun.

Demikian pula dengan kewarasan masyarakat Palestina, ketika nyaris tidak pernah merasakan kedamaian dalam hidupnya, karena kehilangan harta, benda dan keluarga adalah hal yang biasa. Menyaksikan kematian demi kematian orang-orang tercinta di depan mata, bahkan mengiris-iris rasa kemanusiaan, merasakan penderitaan genosida Israel,  tidak lantas membuat mereka menjadi gila. Pasti ada rahasia penjaga kewarasan mereka? 

Di belahan bumi lainnya, kita seringkali menyaksikan tekanan demi tekanan, seperti tekanan ekonomi, tekanan sosial karena pacar yang tidak bertanggungjawab, tagihan pinjol dan judol, banyak menjadi penyebab meningkatnya bunuh diri dan pembunuhan. Demikian pula kita saksikan kejahatan dan kriminalitas meningkat, sasarannya tidak pandang bulu, bisa mulai dari ibu hamil, bayi hingga orang tua yang tidak berdaya. Informasinya tidak perlu disampaikan di sini, selain karena hal tersebut bukan rahasia umum dan bukan hoax, serta jejak digitalnya mudah dicari kapanpun, juga saya tidak mau mengotori laman ini dengan terlalu banyak fakta yang menyesakkan dada.

Selain itu kehausan yang luar biasa untuk mendapat perhatian, pengakuan, penghormatan, dan decak kekaguman orang lain, mendorong sementara orang untuk melakukan tindakan diluar nalar seperti operasi plastik untuk mengubah diri menjadi sebagaimana yang dipersepsikan, menentukan sendiri jenis kelamin, hingga mengubah diri menjadi binatang yang disatu sisi mengekspresikan kemerdekaan dan di sisi lain menunjukkan kegilaan.

Sebagai contoh, Chiara Dell' Abate, seorang perempuan asal Roma, Italia, yang rela merogoh kocek setara dengan 870 juta rupiah untuk menjalani sekitar 20 operasi ekstrem untuk terlihat seperti kucing. Transformasi ini mencakup berbagai prosedur bedah untuk mengubah fitur wajahnya agar menyerupai hewan tersebut. Selain Chiara, ada Vladimir 'El Tatto', pria yang mengubah penampilannya secara drastis dengan modifikasi tubuh dan tato untuk menyerupai hewan tertentu. Transformasi ini melibatkan berbagai prosedur ekstrem untuk mencapai tampilan yang diinginkan.

Chiara Dell' Abate
Vladimir 'El Tatto'

 

Semua tindakan yang dilakukan, baik oleh Nabi Yakub, orang-orang Palestina, Chiara, Vladimir, dan semua manusia adalah fitrah yang menghendaki kebahagiaan. Hanya saja ada kebahagiaan sejati, ada pula kebahagiaan semu. Ada kebahagiaan yang panjang dan abadi, ada pula kebahagiaan sesaat. Semuanya tergantung kepada cara pandang seseorang tentang kehidupan, tentang memilih jalan mana yang akan menjaganya tetap waras, tetap sehat secara fisik maupun mental atau memilih jalan berliku yang pada akhirnya menyengsarakan.

Apabila diklasifikasikan, ada dua jalan yang bisa dipilih oleh manusia sebagai mahluk yang diberi keleluasaan, dan kemerdekaan untuk memilih. Untuk mendapatkan pilihan terbaik, menentukan kebenaran yang akan dipilih, manusia diberi perangkat akal. Jalan pertama adalah kebenaran berdasarkan agama, dan jalan kebenaran berdasarkan akal pikiran dan perasaan.

Jalan kebenaran yang berdasarkan agama secara sepintas nampak penuh dengan pengaturan. Dan yang paling banyak informasi pengaturan dalam kehidupan manusia adalah agama Islam. Pengaturan diberikan dalam manual book yaitu kitab suci dan ucapan para nabi. Apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh, dijelaskan secara terang benderang, termasuk apa saja konsekuensi yang akan diterima apabila melanggar perintah-Nya. Adapun jalan kebenaran yang didasarkan pada akal pikiran dan perasaan, antara lain terdapat dalam faham-faham selain agama seperti kapitalisme, materialisme, dan sebagainya. Dalam paham kapitalisme dan materialisme, kebebasan individu dan pertumbuhan ekonomi adalah hal yang penting. Setiap orang hendaknya diberi hak dan kebebasan menentukan sendiri apa yang dia inginkan.

Memang, pengaturan dalam agama sepintas seperti mengekang kemerdekaan individu. Harus menerima segala kepahitan hidup dengan ihlas dan sabar, harus bersyukur atas segala anugerah yang diterima termasuk hasil jerih payah usaha sendiri dengan bersedekah dan berzakat, mema'afkan orang yang mungkin seringkali menyakiti kita, menolong siapapun yang memerlukan pertolongan, melindungi mereka yang tertindas, anak yatim yang entah anak siapa, harus memberi makan orang miskin dan harus peduli lingkungan. Semuanya nampak tidak enak, tetapi kesabaran, mema'afkan, keikhlasan, rasa syukur, menolong, peduli, adalah obat yang mujarab untuk segala penyakit hati dan vitamin yang menjaga pikiran dan fisik tetap dalam keadaan waras.

Sementara menjalani kehidupan tanpa agama adalah suatu kebebasan dan menyenangkan. You Only Life Once (YOLO) demikian kata orang, maka hiduplah dengan senang. Meraih kesenangan dengan cara apapun, tidak peduli membuat orang lain menderita, menangis, bahkan mati. Tidak ada kamus memberi kepada orang lain, toh ini adalah hasil jerih payah saya sendiri. Salah sendiri hidup miskin! Salah sendiri jadi orang lemah! Ini hidupku, jangan mencampuri urusanku, keep your own business! aku mau merubah diriku menjadi kucing, jadi banteng, jadi apapun, itu adalah urusanku. Menyukai sesama jenis, itu hak-ku karena aku tidak hidup darimu. Demikian beberapa ungkapan yang mungkin pernah kita dengar. Namun demikian sikap seperti itu adalah racun yang sejatinya cepat atau lambat akan memakan diri sendiri.

Kau merdeka melakukan apapun di dunia, tetapi bukan berarti kau bisa merdeka suka-suka, karena di bumi ini berlaku hukum-hukum yang ditetapkan pada alam semesta, pada benda-benda hidup dan benda mati di sekitar kita, disematkan dalam tubuh manusia, bahkan ditanamkan dalam material yang tidak dapat kita indra seperti listrik, molekul-molekul. Jika ingin terjaga kewarasan, jikapun tidak menggunakan jalur kebenaran dalam agama, hendaknya manusia memahami realitas hukum alam yang tersebar luas itu dan menerapkannya dalam setiap tindakan secara rasional. Artinya, manusia tidak benar-benar merdeka.

Untuk meyakinkan tentang hukum alam tersebut, Pew Research Center menemukan hasil penelitian bahwa orang yang aktif beribadah cenderung lebih bahagia dibandingkan mereka yang tidak. Malcom X menyatakan bahwa dari kehidupan kriminal sebelumnya, ternyata ia menemukan kebahagiaan dan ketenangan diri melalui agama Islam. Selain itu efek Palcebo dalam beribadah dapat menjadi terapi penyembuhan seperti terapi psikologis.

Mahatma Ghandi menyatakan "Manusia tanpa agama ibarat kapal tanpa kompas", Carl Jung mengatakan "Iman adalah kekuatan yagn menenangkan badai kehidupan". Einstein juga pernah berbicara tentang pentingnya keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan agama, "Ilmu tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu buta.". Tentang keteraturan alam semesta, Einstein berkata "Gott würfelt nicht."  Tuhan tidak bermain dadu dalam menciptakan alam semesta. Ini mencerminkan ketidaksetujuan Einstein terhadap interpretasi mekanika kuantum yang penuh dengan ketidakpastian dan probabilitas. Ia percaya bahwa alam semesta memiliki keteraturan dan hukum yang pasti, bukan sekadar hasil kebetulan atau peluang. Bahkan Kurt Gödel, seorang matematikawan dan filsuf terkenal menyusun theorema bahwa Tuhan itu pasti ada.

Dari penjelasan tadi, keteguhan keimanan dan keyakinan kepada Tuhannya adalah bukti kuat bahwa agama adalah penjaga kewarasan manusia. Michael Persinger dan Rudolfo Llinas adalah dua neurosaintis yang menemukan bahwa otak kita menyimpan "dimensi lain" yang disebut sebagai "God Spot" yang ada di otak bagian temporal (Pasiak, 2006: 33). Selain itu studi tentang God Spot menunjukkan bahwa spiritualitas dan agama bukan sekadar doktrin, tetapi juga memiliki dasar biologis yang kuat. Ini membuktikan bahwa iman bukan sekadar konstruksi sosial, tetapi bagian dari kodrat manusia. Artinya manusia tidak mungkin kehilangkan spiritualitas. Semua hukum alam yang ada, pada dasarnya memaksa manusia untuk mengakui bahwa kebahagiaan sejati hanya ditemukan dalam agama. Kewarasan akan terjaga dengan menjaga agama.


REFERENSI

Pasiak, Taufiq. 2006. Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk Kesuksesan Hidup. Bandung. Mizan Media Utama

No comments:

Post a Comment

Terbaru

Setiap Masa Ada Orangnya, Setiap Orang Ada Masanya

  “Waktu selalu tahu kapan seseorang harus tampil dan kapan harus menunduk memberi ruang bagi yang lain. Karena hidup adalah panggung yang t...

Populer