Manusia adalah mahluk yang dianugerahi perangkat istimewa, yaitu piranti otak yang sempurna, yang tidak dimiliki spesies manapun di muka bumi. Sejak homo sapiens muncul sekitar 300.000 tahun silam, hingga munculnya peradaban sekitar 6000 tahun yang lalu, belum pernah ada mahluk yang dapat menandingi kehebatan fungsi piranti otak manusia. Walupun simpanse, gorila, gajah, gurita, dan lumba-lumba disebut sebagai hewan yang paling cerdas, namun mereka sampai saat ini tidak mendapat akses untuk mengelola kehidupan dan memunculkan peradaban seperti yang bisa dilakukan manusia. Demikian pula kecerdasan buatan (AI) yang disatu sisi memiliki kelebihan yang dapat mengungguli kemampuan manusia dalam hal kecerdasan, belum dapat menandingi kompleksitas fungsi otak manusia, terutama dalam hal kesadaran diri, emosi sejati, imajinasi sejati, pengalaman batin, kreativitas murni, pengambilan keputusan dengan intuisi dan etika, serta adaptasi dalam situasi tak terduga.
Gambar ilustrasi kreativitas dan kecerdasan manusia
Apakah arti semua itu? Jika dianalogikan kepada ciri manusia sebagai mahluk yang berkarya, Karl Marx menyebut sebagai homo faber (mahluk pekerja) dalam Das Kapital, Pierre Teilhard de Chardian menyebutnya sebagai mahluk yang berkembang (homo progressivus), dan Hannah Arendt menyatakan bahwa manusia tidak hanya sebagai pekerja fisik, tetapi juga sebagai kreator yang menghasilkan karya yang tahan lama dan melibatkan action dalam tindakan politik dan sosial, tidak ada satupun karya manusia yang dibuat tanpa tujuan. Sekecil apapun karya yang diciptakan manusia hingga karya berupa Artificial Intelligence yang bisa mengalienasi eksistensi manusia, diciptakan dengan suatu tujuan. Mungkinkah Tuhan Yang Maha cerdas, Yang Naga Mencipta, mengkreasi manusia tanpa maksud dan tujuan yang pasti? teka teki tentang apa tujuan Allah menciptakan manusia? kenapa hanya manusia yang diberi keistimewaan berpikir? Jawabannya pasti disematkan secara tersirat di alam semesta dan pada ayat yang tersurat (firman Allah). Adalah tantangan bagi manusia yang diberi akal pikiran untuk menemukannya.
Berbeda dengan mahluk hidup lain yang menjalankan kehidupannya dengan insting, kapasitas akal pikiran manusia yang luar biasa memungkinkan kebebasan yang lebih luas untuk memilih. Urusan makan saja, burung pelikan hanya bisa memakan ikan tanpa mengolahnya, tetapi manusia bisa mengkreasi ikan menjadi ratusan macam hidangan. Soal tempat tinggal, burung manyar sejak ribuan tahun lalu membangun rumah dengan bentuk dan cara yang sama tanpa merasa bosan. Tetapi manusia menggunakan akal untuk membangun rumah, gedung, hotel, dan bangunan lain dengan disain yang unik dan selalu baru.
Dengan kata lain, manusia dapat memilih jalan A, B, atau C, bisa memutuskan menerima atau menolak, dan peluang probabilitasnya sangat tinggi. Its not the gun, but man behind the gun! demikian statement yang mengisyaratkan bahwa keamanan atau bahayanya senjata tidak terletak pada senjata itu, melainkan pada orang dibalik senjatanya. Faktanya kita akhir-akhir ini mendengar berita yang miris, ketika senjata tidak digunakan untuk menumpas kejahatan tetapi membunuh ajudan pada kasus Ferdi Sambo, membunuh istri dan anak sendiri, membunuh teman, bahkan membunuh diri sendiri, karena manusia memiliki kebebasan untuk memilih.
Manusia memiliki waktu yang sama 24 jam sehari, tetapi manusia bisa memilih apakah waktu tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat atau sebaliknya. Abu Jahal dan Umar bin Khattab memiliki kesempatan yang sama untuk menggunakan waktunya apakah untuk kebaikan atau kebodohan. Ketika mendapatkan masalah, manusia bisa memilih untuk menghadapi sebesar apapun masalahnya atau menghindarinya dengan meminum alkohol atau bunuh diri.
Tentang suatu pilihan pada suatu peristiwa ketika Umar bin Khattab akan pergi ke negeri Syam, terdengar kabar bahwa di negeri tersebut ada wabah penyakit (Tha'un Amwas) maka Umar bin Khattab memilih untuk tidak memasuki negeri itu, beliau berkata "lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain". Tentu saja kemerdekaan yang dihadiahkan kepada manusia, perlu dibayar dengan tanggung jawab dan kesiapan menerima konsekuensi atas semua pilihan yang diambil.
Anda mau berbuat baik ya silahkan, mau berbuat jahat yaa silahkan, tetapi telah ada sistem dalam tubuh manusia dan hukum alam yang ditetapkan dan tidak bisa dihindari, yang akan berjalan baik di dunia maupun di akhirat sesuai dengan ukuran yang ditetapkan-Nya. Taufiq Pasiak (2006:29) menyebutnya sebagai biological roots. Beliau menyatakan bahwa sifat-sifat buruk seperti iri, dengki, sombong, mudah marah, sinis, pendendam, dan sifat buruk lainnya dapat merusak tubuh, karena memicu otak untuk melepaskan hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang memicu tekanan darah naik, denyut jantung lebih cepat dan keras, volume darah meningkat, pergerakan darah dari kulit dan organ-organ tubuh menuju otak, dan otot, hati melepaskan gula yang menyimpannya dan pernafasan semakin cepat. Itulah konsekuensi yang mau tidak mau harus ditanggung dari pilihan manusia untuk bersikap buruk. Dalam surat Kahfi ayat 29 Allah berfirman:
Dengan kata lain, Allah tak pernah memaksa manusia untuk berbuat baik atau buruk, tidak memaksa manusia untuk beriman atau kafir kepadaNya. Jika menghendaki beriman silahkan, jika menghendaki kafir, yaa silahkan!
No comments:
Post a Comment