"Mas, Ibu dulu ya! soalnya ibu setelah ini masih banyak urusan!" demikian seru seorang ibu paruh baya kepada seorang pemuda di sampingnya. Pemuda itu tampak tersenyum tanpa menunjukkan sikap mengiyakan ataupun menolak! Label bertuliskan "istirahat" belum berpindah dari meja kasir, walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 13:19.
Tidak lama setelah itu, kasir pun datang dan mempersilahkan nasabah untuk melakukan transaksi. Majulah si ibu menuju meja kasir. Petugas bank yang mengetahui bahwa pemuda itulah yang pertama datang sebelum si ibu, kemudian menegur. "Maaf ibu nanti setelah mas itu!" sambil menunjuk kepada pemuda yang tengah duduk di kursi antrian. Ia pun kemudian berdiri. "Saya sudah ngomong kok ke si masnya, dia tetangga saya! ujar si ibu penuh percaya diri. "Oo begitu?" tukas petugas.
Jika mau menganggap peristiwa itu sepele, boleh saja. Bahkan mungkin peristiwa serupa tidak hanya terjadi saat itu. Jadi tidak perlu diviralkan apalagi dibesar-besarkan. Toh pemuda itu tidak menunjukkan kemarahan, atau mungkin saja dia memendam setitik kekecewaan sesaat dan mungkin setelah berlalu waktu dia akan melupakannya.
Di tempat lain, seorang ibu menuntun anaknya dengan beberapa makanan ringan segera ke meja kasir dan berkata "saya dulu ya mbak! ini cuma sedikit, sebentar aja!" padahal sudah ada dua atau tiga orang mengantri dengan belanjaan yang lumayan lebih banyak dari si ibu tadi.
Mungkin saja si ibu menganggap apa yang dia lakukan adalah wajar. Dia sangat perhitungan, menunggu dua antrian dengan belanjaan yang lebih banyak dari yang dia beli, mungkin akan menghabiskan waktu lebih lama. Bukankah ia hanya mendelay waktu orang yang mengantri lebih awal, kurang dari 1 menit?
Namun demikian, manusia adalah mahluk pemikir. Dengan modal kecerdasannya, manusia bisa memandang suatu peristiwa tidak sesederhana itu. Jika kita mau belajar dari suatu peristiwa maka kita akan menemukan pelajaran, agar kita tidak melakukan hal yang mungkin membuat orang lain merasa diperlakukan tidak adil, diabaikan, bahkan disepelekan.
Menyerobot antrian, meminta didahulukan dalam antrian dengan alasan saya memiliki urusan penting, saya lebih tua, atau ini hanya mendelay waktu sedikit saja, sesungguhnya adalah sikap arogan atau sikap egois bahkan bisa termasuk antisosial. Betapa tidak? dia memandang bahwa orang lain tidak memiliki urusan yang lebih penting dari saya. Mengambil sedikit waktu antrian orang lain adalah hal yang sepele. Apalagi memandang bahwa saya sudah lebih tua, maka yang lebih muda harus menghormati saya dan mendahulukan saya.
Apabila setiap orang dengan alasan ini diberi kesempatan, dibolehkan mengambil antrian orang lain, tidak diberi pelajaran untuk mengendalikan diri, tentu jika diakumulasi akan menumbuhkan sikap yang dapat merugikan orang lain. Terlebih lagi apabila anak-anak sebagai generasi muda mengalami hal seperti ini, maka ia mendapat pelajaran bahwa sikap seperti itu dibolehkan.
Tentu saja aturan terkait antrian tidak selalu berlaku untuk semua aktivitas. Mengantri di pusat pelayanan kesehatan, dan dalam hal tertentu bisa jadi perlu mendahulukan orang-orang yang selain berada dalam antrian, juga berjuang dengan waktu dan nyawa.
By the way, memiliki sikap pro sosial, menghormati hak orang lain dalam antrian, pada akhirnya kebaikan itu akan kembali kepada diri kita sendiri. Bukankah Allah menjanjikan bahwa sekecil apapun kebaikan maupun kejelekan akan dilihat ganjarannya.

No comments:
Post a Comment